Hal yang paling menggairahkan tentang puisi adalah sekali kau benar-benar masuk ke dalamnya maka kau takkan pernah menemukan jalan keluar.
(Rey Prameshwara)

Senin, 07 Mei 2012

Rintihan Rindu

Masih seperti dulu diri ini
Teronggok dalam selimut subuh dengan belulang dijilati dingin
Ujung rambut selalu terbenam di mata kiri
Bergetar bersama hati yang menggigil dirajam hening
Tetap berpilin benak ini
Terkulai dalam cacahan berlaksa tanya tiada akhir
Telinga masih menggaungkan panggilan yang sama di pangkal hari
Bergema bersama jiwa yang rindu saat mencair

Kuintip jejak tapakku
Berjuta ayun langkah telah berlalu
Menguncup tanya dalam batinku
Adakah akan kutemui yang kurindu?

Kakiku tak lagi tegar berderap
Namun hati ini memaksaku tegap
Bisikan rindu menampar tawa jadi senyap
Akankah aku tiba sebelum hari turun gelap?

Kau yang aku rindu!

Meski seribu kembang mekar di taman bunga
Kau yang kuingin
Walau gemericik air melena di kolam surga
Kau yang kuingin

Kau-
Aku hanya-
Gelembung kecil di luas lautan-Mu
Sebutir pasir di hamparan gurun-Mu

Berkali aku-
Menepikan-Mu dalam suka, mengabaikan-Mu dalam ceria
Melupakan-Mu dalam tawa, meminggirkan-Mu dalam canda

Namun Kau selalu-
Kusebut dalam galauku, kurintih dalam dukaku
Kurindu dalam hatiku, kuingin dalam jiwaku

Meski mohonku tak seindah bait pujangga
Walau doaku tak sesyahdu tangis pencinta
Pintaku-
Izinkan aku mencintai-Mu esok hari
Lebih dari yang kumampu di hari lalu dan di hari ini


ditulis oleh Rey Prameshwara

2 komentar:

  1. Saya suka sekali suasana hening yang digambarkan puisi ini. Meski awalnya agak mencekam kalau keheningan ini untuk manusia, ternyata Sang Maha tetap penunduk jiwa paling sempurna.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, seperti itulah adanya, Mbak Yayag.
      Mohon bimbingannya selalu.

      Hapus