Hal yang paling menggairahkan tentang puisi adalah sekali kau benar-benar masuk ke dalamnya maka kau takkan pernah menemukan jalan keluar.
(Rey Prameshwara)

Minggu, 30 Maret 2014

Untuk Hujan


1/ PADA HUJAN

Pada rintiknya kuselip benih sebutir;
kini tumbuh menjadi takdir.
Pada rinainya kutitip kata sebisik;
kini lantang menjelma larik.
Pada derainya dulu aku berlarian;
kini diam di ujung jalan.



2/ TENTANG HUJAN

Tidak juga basahnya tubuh yang membuat aku menggigil
seperti ketika derumu memanggil.
Hanya saja titik-titik air di kepalaku yang kau tabur
selalu menyeka kenangan yang tidak lekas kabur.

Seringkali aku begitu mencintaimu: kau dingin
melantangkan sajak-sajak pagi hariku.
Sesekali tidak: kau sering menggandeng angin
mengguncang cangkir teh sore hariku.

Tapi aku selalu menyambutmu dengan senyum
lalu kita akan sama tahu
keheningan akan pecah pada guruh yang berdentum;
apa tiba dan apa berlalu.

Meraunglah di mataku yang lengang
biar senyap jadi lelap dalam buaian.
Terkadang hidup terlalu tenang
di antara jenak-jenak tanpa hujan.



ditulis oleh Rey Prameshwara
Baca seutuhnya...>>>

Jumat, 21 Februari 2014

Di Ujung Dermaga


1/

kupikir kau akan di sini
biar kita nikmati siangmu
atau senjaku

menyusur bibir takdir
dan kau lepaskan kisah
tentang kelopak-kelopak kembang
yang luruh dielus hujan tadi pagi

kupikir kau nanti di sini
agar kita nikmati siangmu
atau senjaku

menyusur pinggir takdir
dan kau dendang tembang
tentang kelepak-kelepak sayap
camar laut bersuka di sore nanti

kupikir kau akan ke sini
lalu kita nikmati siangmu
atau senjaku

2/

sepucuk suratmu
surat yang berisi dua helai:

sehelainya
sajak yang kau tulis di pagi hari
penuh dengan coretan
dan ceceran noda tinta

sehelainya
sajak yang kau gubah di sore nanti
rapi dengan goresan
dan taburan rona cinta

lampirannya
selembar lukisan belantara
dan jalan setapak
yang ingin kau ajak aku ke sana

sepucuk suratmu
surat yang tak pernah kau kirim

3/

pada dua purnama
aku akan menanti
kapalmu yang akan tiba
mengantar asa dan cerita
aku akan menanti
hanya dua purnama



ditulis oleh Rey Prameshwara
Baca seutuhnya...>>>

Rabu, 15 Januari 2014

Kotak Merah Jambu


sebentar-sebentar angin datang mengelus rambutnya
dia yang duduk menanti di bangku kayu
kotak merah jambu di pangkuannya
di kulitnya melekat kenangan biru
dari kabut sedesah lara disesapnya
pada angin ditebarnya hablur-hablur rindu
pada takdir dilarungnya penantian
penantian yang setia dicumbu waktu
seperti dia yang berjanji pada kesunyian
untuk menanti hujan yang haru
hujan yang akan tuntas membekukan
kotak merah jambu dipangkuannya



ditulis oleh Rey Prameshwara
Baca seutuhnya...>>>

Senin, 04 November 2013

November Dalam E Minor


Penghujung tahun yang masih saja tak berubah
Awet terjaga dalam bingkai musim penghujan
Dan dingin yang mengetuk-ngetuk kaca jendela
Masih memanggilku yang terjaga di pembaringan

Hujan selalu setia bercerita
Melalui bulir-bulir kenangan
Yang dihamburkannya di hutan,
Di taman, di sepanjan jalan,
Juga di dadaku yang renta

Biar kutadah semua cerita
Hingga meluapi rongga dada
Hingga meruah di bola mata
Mengalir jadi untai-untai do’a

Aku tak ingin menggebah kenangan
Biarlah ia datang padaku seperti laron yang selalu merindu cahaya
Ataukah aku didatangi seperti pantai yang padanya ombak selalu bersua

Sering juga kupanggil gerombolan ingatan
Sekadar menemaniku menyesap secangkir puisi
Sambil bercerita tentang lukisan di dinding
Yang diwarnai dengan mataku yang sepi

Penghujung tahun yang masih saja tak berubah
Masih semerbak wangi yang dulu tertitip di dadaku



ditulis oleh Rey Prameshwara
Baca seutuhnya...>>>

Sabtu, 02 November 2013

Tentang Malam Kita



1/
Di tengah malam pintumu kuketuk:
“Biar kugantungkan bulan di langit-langit bilikmu!”

Di telingaku jawabanmu mengutuk:
“Aku mencintai kelam yang terbaring di lantai bilikku!”
2/
Lalu mengapa kini kau di sini?
Unggun api ini untukku sendiri.
Ditingkahi tarian lidah api,
kuterangi bait-bait puisi.
Tapi untukku sendiri;
denganmu aku tak berbagi
3/
Baiklah kalau kuizinkan sebentar kau berdiam.
Sedikit hangat dan cahaya dari perapian
mungkin bisa menerangi matamu yang hitam.
Sebentar saja. Hanya sampai unggun ini padam.
Hanya sampai puisi ini kutuntaskan.
4/
Bila nanti telah usai ini puisi,
biarkan saja api unggunnya padam.
Karena tak lagi kita butuh hangatnya
untuk mengeja bait-bait puisi.

Kita lalu hanya akan beranjak pergi
menyusuri keterasingan malam kita masing-masing.
Kau cumbui malammu sendiri.
Sedang malamku digigiti hening.




ditulis oleh Rey Prameshwara
Baca seutuhnya...>>>